Malik bin Dinar
al-Sami adalah putera seorang budak berbangsa Persia dari Sijistan (Kabul) dan
menjadi murid Hasan al-Bashri, ia terhitung sebagai ahli Hadits Shahih dan
merawikan Hadits dari tokoh-tokoh kepercayaan di masa lampau seperti Anas bin
Malik dan Ibnu Sirin.
Malik bin Dinar adalah seorang kaligrafer al-Qur'an yang terkenal. Ia
meninggal sekitar tahun 130 H/748 M.
Mengapa ia dinamakan Malik bin Dinar
Ketika Malik dilahirkan, ayahnya adalah seorang budak tetapi Malik adalah
seorang yang merdeka. Orang-orang mengisahkan bahwa pada suatu ketika Malik bin
Dinar menumpang sebuah perahu. Setelah berada di tengah lautan, awak-awak
perahu meminta: "Bayarlah ongkos perjalananmu!".
"Aku tak mempunyai uang",jawab Malik.
Awak-awak perahu memukulinya hingga ia pingsan. Ketika Malik siuman, mereka meminta lagi:
"Bayarlah ongkos perjalananmu!".
"Aku tak
mempunyai uang", jawab Malik sekali lagi, dan untuk kedua kalinya mereka
memukulinya hingga pingsan.
Ketika Malik
siuman kembali maka untuk ketiga kalinya mereka mendesak.
"Bayarlah
ongkos perjalananmu!".
"Aku tak
mempunyai uang".
"Marilah kita pegang kedua kakinya dan kita lemparkan dia ke
laut", pelaut-pelaut tersebut berseru.
Saat itu juga semua ikan di laut mendongakkan kepala mereka ke permukaan
air dan masing-masing membawa dua keping dinar emas di mulutnya. Malik
menjulurkan tangan, dari mulut seekor ikan diambilnya dua dinar dan uang itu
diberikannya kepada awak-awak perahu. Melihat kejadian ini pelaut-pelaut
tersebut segera berlutut. Dengan berjalan di atas air, Malik kemudian
meninggalkan perahu tersebut. Inilah penyebab mengapa ia dinamakan Malik bin
Dinar.
Taubatnya
Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, dia
pernah ditanya tentang sebab-sebab dia bertaubat, maka dia berkata : "Aku
adalah seorang polisi dan aku sedang asyik menikmati khamr, kemudian aku beli
seorang budak perempuan dengan harga mahal, maka dia melahirkan seorang anak
perempuan, aku pun menyayanginya. Ketika dia mulai belajar berjalan, maka
cintaku bertambah padanya. Setiap kali aku meletakkan minuman keras dihadapanku
anak itu datang padaku dan mengambilnya dan menuangkannya di bajuku, ketika umurnya
menginjak dua tahun dia meninggal dunia, maka aku pun sangat sedih atas musibah
ini.
Ketika malam di pertengahan bulan Syaban dan itu di malam Jumaat, aku meneguk khamr lalu tidur belum sholat isya'. Maka aku bermimpi seakan-akan qiyamat itu terjadi, dan terompet sangkakala ditiup, orang mati dibangkitkan, seluruh makhluk dikumpulkan dan aku berada bersama mereka, kemudian aku mendengar sesuatu yang bergerak di belakangku, ketika aku menoleh ke arahnya kulihat ular yang sangat besar berwarna hitam kebiru-biruan membuka mulutnya menuju kearahku, maka aku lari tunggang langgang karena ketakutan, di tengah jalan kutemui seorang syaikh yang berpakaian putih dengan wangi yang semerbak, maka aku ucapkan salam atasnya dia pun menjawabnya, maka aku berkata : "Wahai syaikh ! Tolong lindungilah aku dari ular ini semoga Allah melindungimu". Maka syaikh itu menangis dan berkata padaku : "Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu", maka aku bergegas lari dan memanjat sebuah tebing Neraka hingga sampai pada ujung tebing itu, aku lihat kobaran api Neraka yang sangat dahsyat, hampir saja aku terjatuh kedalamnya karena rasa takutku pada ular itu. Namun pada waktu itu seorang menjerit memanggilku, "Kembalilah engkau karena engkau bukan penghuni Neraka itu!", aku pun tenang mendengarnya, maka turunlah aku dari tebing itu dan pulang. Sedang ular yang mengejarku itu juga kembali. Aku datangi syaikh dan aku katakan, "Wahai syaikh, aku mohon kepadamu agar melindungiku dari ular itu namun engkau tak mampu berbuat apa-apa". Menangislah syaikh itu seraya berkata, "Aku seorang yang lemah tetapi pergilah ke gunung itu karena di sana terdapat banyak simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan di sana maka barang itu akan menolongmu."
Aku melihat ke gunung yang bulat itu yang terbuat dari perak. Di sana ada setrika yang telah retak dan tirai-tirai yang tergantung yang setiap lubang cahaya mempunyai daun-daun pintu dari emas dan di setiap daun pintu itu mempunyai tirai sutera. Ketika aku lihat gunung itu, aku langsung lari karena kutemui ular besar lagi. Maka tatkala ular itu mendekatiku, para malaikat berteriak : "Angkatlah tirai-tirai itu dan bukalah pintu-pintunya dan mendakilah ke sana!" Mudah-mudahan dia punya barang titipan di sana yang dapat melindunginya dari musuhnya (ular). Ketika tirai-tirai itu diangkat dan pintu-pintu telah dibuka, ada beberapa anak dengan wajah berseri mengawasiku dari atas. Ular itu semakin mendekat padaku maka aku kebingungan, berteriaklah anak-anak itu : "Celakalah kamu sekalian! Cepatlah naik semuanya karena ular besar itu telah mendekatinya". Maka naiklah mereka dengan serentak, aku lihat anak perempuanku yang telah meninggal ikut mengawasiku bersama mereka. Ketika dia melihatku, dia menangis dan berkata : "Ayahku, demi Allah!" Kemudian dia melompat bak anak panah menuju padaku, kemudian dia ulurkan tangan kirinya pada tangan kananku dan menariknya, kemudian dia ulurkan tangan kanannya ke ular itu, namun binatang tersebut lari.
Kemudian dia mendudukkanku dan dia duduk di pangkuanku, maka aku pegang tangan kanannya untuk menghelai jenggotku dan berkata : "Wahai ayahku! Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah". (QS. Al-Hadid : 16). Maka aku menangis dan berkata : "Wahai anakku! Kalian semua faham tentang Al-Quran", maka dia berkata : "Wahai ayahku, kami lebih tahu tentang Al-Quran darimu", aku berkata : "Ceritakanlah padaku tentang ular yang ingin membunuhku", dia menjawab : "Itulah pekerjaanmu yang buruk yang selama ini engkau kerjakan, maka itu akan memasukkanmu ke dalam api Neraka", aku berkata : "Ceritakanlah tentang Syaikh yang berjalan di jalanku itu", dia menjawab : "Wahai ayahku, itulah amal soleh yang sedikit hingga tak mampu menolongmu", aku berkata : "Wahai anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu?", dia menjawab : "Kami adalah anak-anak orang muslimin yang di sini hingga terjadinya kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi syafa'at pada kalian". (HR. Muslim dalam shahihnya No. 2635).
Berkata Malik : "Maka akupun takut dan aku tuangkan seluruh minuman keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman kemudian aku bertaubat pada Allah, dan inilah cerita tentang taubatku pada Allah".
Ketika malam di pertengahan bulan Syaban dan itu di malam Jumaat, aku meneguk khamr lalu tidur belum sholat isya'. Maka aku bermimpi seakan-akan qiyamat itu terjadi, dan terompet sangkakala ditiup, orang mati dibangkitkan, seluruh makhluk dikumpulkan dan aku berada bersama mereka, kemudian aku mendengar sesuatu yang bergerak di belakangku, ketika aku menoleh ke arahnya kulihat ular yang sangat besar berwarna hitam kebiru-biruan membuka mulutnya menuju kearahku, maka aku lari tunggang langgang karena ketakutan, di tengah jalan kutemui seorang syaikh yang berpakaian putih dengan wangi yang semerbak, maka aku ucapkan salam atasnya dia pun menjawabnya, maka aku berkata : "Wahai syaikh ! Tolong lindungilah aku dari ular ini semoga Allah melindungimu". Maka syaikh itu menangis dan berkata padaku : "Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu", maka aku bergegas lari dan memanjat sebuah tebing Neraka hingga sampai pada ujung tebing itu, aku lihat kobaran api Neraka yang sangat dahsyat, hampir saja aku terjatuh kedalamnya karena rasa takutku pada ular itu. Namun pada waktu itu seorang menjerit memanggilku, "Kembalilah engkau karena engkau bukan penghuni Neraka itu!", aku pun tenang mendengarnya, maka turunlah aku dari tebing itu dan pulang. Sedang ular yang mengejarku itu juga kembali. Aku datangi syaikh dan aku katakan, "Wahai syaikh, aku mohon kepadamu agar melindungiku dari ular itu namun engkau tak mampu berbuat apa-apa". Menangislah syaikh itu seraya berkata, "Aku seorang yang lemah tetapi pergilah ke gunung itu karena di sana terdapat banyak simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan di sana maka barang itu akan menolongmu."
Aku melihat ke gunung yang bulat itu yang terbuat dari perak. Di sana ada setrika yang telah retak dan tirai-tirai yang tergantung yang setiap lubang cahaya mempunyai daun-daun pintu dari emas dan di setiap daun pintu itu mempunyai tirai sutera. Ketika aku lihat gunung itu, aku langsung lari karena kutemui ular besar lagi. Maka tatkala ular itu mendekatiku, para malaikat berteriak : "Angkatlah tirai-tirai itu dan bukalah pintu-pintunya dan mendakilah ke sana!" Mudah-mudahan dia punya barang titipan di sana yang dapat melindunginya dari musuhnya (ular). Ketika tirai-tirai itu diangkat dan pintu-pintu telah dibuka, ada beberapa anak dengan wajah berseri mengawasiku dari atas. Ular itu semakin mendekat padaku maka aku kebingungan, berteriaklah anak-anak itu : "Celakalah kamu sekalian! Cepatlah naik semuanya karena ular besar itu telah mendekatinya". Maka naiklah mereka dengan serentak, aku lihat anak perempuanku yang telah meninggal ikut mengawasiku bersama mereka. Ketika dia melihatku, dia menangis dan berkata : "Ayahku, demi Allah!" Kemudian dia melompat bak anak panah menuju padaku, kemudian dia ulurkan tangan kirinya pada tangan kananku dan menariknya, kemudian dia ulurkan tangan kanannya ke ular itu, namun binatang tersebut lari.
Kemudian dia mendudukkanku dan dia duduk di pangkuanku, maka aku pegang tangan kanannya untuk menghelai jenggotku dan berkata : "Wahai ayahku! Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah". (QS. Al-Hadid : 16). Maka aku menangis dan berkata : "Wahai anakku! Kalian semua faham tentang Al-Quran", maka dia berkata : "Wahai ayahku, kami lebih tahu tentang Al-Quran darimu", aku berkata : "Ceritakanlah padaku tentang ular yang ingin membunuhku", dia menjawab : "Itulah pekerjaanmu yang buruk yang selama ini engkau kerjakan, maka itu akan memasukkanmu ke dalam api Neraka", aku berkata : "Ceritakanlah tentang Syaikh yang berjalan di jalanku itu", dia menjawab : "Wahai ayahku, itulah amal soleh yang sedikit hingga tak mampu menolongmu", aku berkata : "Wahai anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu?", dia menjawab : "Kami adalah anak-anak orang muslimin yang di sini hingga terjadinya kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi syafa'at pada kalian". (HR. Muslim dalam shahihnya No. 2635).
Berkata Malik : "Maka akupun takut dan aku tuangkan seluruh minuman keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman kemudian aku bertaubat pada Allah, dan inilah cerita tentang taubatku pada Allah".
Menurut riwayat Malik Bin Dinar sebelum bertobat adalah Rajanya maksiat,
semua maksiat yang ada di muka bumi ini kalau di tanyakan ke Malik Bin Dinar
pasti akan di jawab sudah.
Seorang ahli sufi yang terkenal Malik bin Dinar pada mulanya adalah seorang
yang sangat suka melakukan berbagai kejahatan/ kemaksiatan.
Pada suatu ketika ada orang bertanya kepadanya bagaimana ia dapat, mengubah
kelakuannya yang buruk itu. Pada mulanya Malik enggan memberitahu , tetapi
setelah didesak, beberapa kali, akhirnya diapun bersetuju menceritakan kisah
dirinya itu.
Menurutnya, dulu dia adalah seorang satpam/ penjaga kemanan dipasar.
Kesukaanya tidak lain ialah suka berfoya-foya dan minum arak sehingga mabuk dan
kemaksiatan lainnya. Suatu ketika Malik membeli seorang budak (hamba) untuk
dijadikan isterinya yang sah. Kebetulan budak yang baru dibelinya itu sangat
cantik, sehinggalah dia begitu tertarik kepadanya.
Malik dan budak itu kemudian dikurniakan seorang anak perempuan yang cantik
yang di beri nama Fatimah. Fatimah dididik dengan penuh kasih sayang. Satu
sifat aneh yang dimiliki oleh Fatimah ialah suka merampas gelas minuman arak di
tangan ayahnya dan kemudian menuangnya ke jubah ayahnya. Perbutan tersebut
selalu dilakukan berulang-ulang. Walaupun Malik tidak suka perbuatan Fatimah
namun dia tidak pernah memarahinya disebabkan rasa sayang terhadap anaknya itu.
Ketika berumur dua tahun, puteri kesayangan Fatimah telah kembali ke
Rahmatullah. Betapa hancurnya hati Malik waktu itu kerana kehilangan mutiara
yang tidak ada gantinya. Hidupnya menjadi muram disebabkan kematian puterinya
itu dan kemaksiatan yang lebih dahyat dia lakukan lagi.
Pada suatu malam Nisfu Sya`ban, yang kebetulah jatuh pada hari
Juma’at, Malik mengisikan malam tersebut dengan meminum arak sebanyak-banyaknya
sehinggalah mabuk. Dalam keadaan mabuk itulah dia tertidur dan bermimpi dengan
mimpi yang sangat mengerikan.
Dalam mimpinya Malik melihat manusia bersesak-sesak keluar dari kubur
masing-masing dan berhimpun di Padang Mahsyar termasuklah dirinya sendiri. Di
dalam keadaan sedemikian beliau dikejutkan dengan satu suara raungan yang
sangat kuat dan menakutkan. Setelah dilihatnya ke belakang didapatinya ada
seekor ular yang sangat besar berwarna hitam kebiru-biruan dengan mulutnya
terbuka luas hendak menelannya.
Tidak ada jalan lain bagi Malik untuk mengelakkan diri daripada ditelan
ular itu kecuali lari sekuat tenaga. Dia berlari untuk menyelamatkan dirinya
namun ular itu terus mengejar dengan ganasnya. Akhirnya dia bertemu dengan
seorang yang sangat tua sedang berjalan dengan lemah sekali dan bertatih-tatih.
Bajunya bersih dan baunya sangat wangi.
“Assalamualaikum ya Syeikh,” Malik menegur dan menghampiri lelaki tua itu
dengan maksud meminta pertolongannya.
“Wa`alaikum salam ya Malik,” jawab orang tua itu.
“Tolonglah saya wahai Syeikh”, pinta Malik.
“Tolong ? Tolong apa ?” Tanya orang tua itu.
“Tolong selamatkan saya dari kejaran ular besar itu, ” kata Malik sambil
menunjuk ular besar yang mengejarnya.
“Maafkan aku wahai Malik, aku sudah tua, badanku sangat lemah. Aku tidak
berupaya untuk melawan ular besar itu “kata orang tua itu.
“Jadi apa yang perlu saya lakukan ?” Tanya Malik.
“Begini, berlarilah terus sampai ke engkau merasa aman, kata sang Syeikh.
Setelah mendengar nasihat daripada orang tua itu, Malikpun terus berlari
sehinggalah dia sampai ke sebuah bukit yang agak tinggi dan akhirnya sampai ke
puncaknya. Ketika dia melihat ke bawah alangkah terkejutnya beliau kerana
mendapati neraka terbentang luas. Beliau hampir terjatuh ke dalam neraka itu
kerana terlalu takut dan terkejut dengan ular besar yang sentiasa mengekorinya
itu. Kemudian Malik terdengar satu suara yang sangat kuat menyuruhnya mundur
dari situ.
“Wahai Malik, silakan engkau mundur dari sini ! karena engkau bukan
termasuk ahlinya,” kata suara itu.
Tenanglah hati Malik setelah mendengar suara itu dan bila dia mundur ke
belakang didapatinya ular itu berhenti mengejarnya. Oleh sebab tidak ada jalan
lain lagi, Malik terpaksa berputar balik ke belakang sehinggalah dia bertemu
kembali dengan orang tua tadi.
“Wahai Syeikh ! Aku benar-benar minta pertolongan engkau untuk
menyelamatkan aku dari kejaran ular itu, tapi mengapa engkau enggan ? “Tanya
Malik. “Sudah aku katakan, aku ini sudah tua, sangat lemah,” jawab orang tua
itu memberi alasan yang sama.
Bagaimanapun orang tua itu menunjukkan ke arah sebuah bukit yang lain lalu
menyuruh Malik bin Dinar pergi ke bukit itu kerana di sana terdapat sebuah
rumah.
Tanpa buang-buang waktu lagi Malik berlari ke bukit itu. Ular itu masih juga mengejarnya dengan
ganas. Setelah sampai di puncak bukit tersebut tampak ada sebuah bangunan yang
berbentuk tirus kubah bertingkap. Pada tiap-tiap tingkat itu kelihatan pintu
yang teramat indah. Semua pintu itu bertahtakan mutiara yang indah dan zamrud
yang berkilau-kilauan. Kemudian dia coba memanjat pintu itu terdengar satu
suara aneh, yang menurut fikirannya adalah suara malaikat berseru : “Bukalah
pintunya dan angkatlah kain penutupnya. Keluarlah kamu sekalian, barangkali ada
di antara kamu yang dapat menolong orang jahat ini”.
Setelah mendengar suara tersebut, tiba-tiba semua pintu terbuka dan sungguh
aneh yang keluar dari pintu itu adalah anak-anak semua dengan wajah/muka yang
berseri-seri. Mereka memandang kepadaku dengan penuh belas kasihan kerana
mereka melihat aku sedang di dalam ketakutan dikejar ular. Tiba-tiba aku
melihat anakku yang berusia dua tahun ada bersama-sama kumpulan anak-anak itu.
Seketika Fatimah memandangku, dia pun menangis, lalu berlari memelukku. Kemudian
Fatimah menunjukkan tangannnya ke arah ular itu dan secara tiba-tiba ular itu
pun pergi dari situ. Ular raksasas yang amat sangat menakutkan aku itu
kemudiannya lenyap dari pandanganku.
Malik meneruskan ceritanya. ” Aku pun meletakkan puteriku itu dalam
pangkuanku dan dia asyik bermain dengan janggutku. Kemudian puteriku itu
membaca sepotong ayat al-Qur’an surah
al-Hadid (ayat : 16) yang artinya :
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang
beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang
telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.
“Tatkala mendengar ayat yang dibacakan tiba-tiba aku menangis serta
menyesali akan segala dosa-dosa yang lalu. Kemudian aku bertanya kepada puteri
kesayanganku itu. “Wahai Fatimah anakku, apakah arti/ maksud dari al-Qur’an
itu.?”
Fatimah menjawab : “Sesungguhnya saya faham akan segalanya ayah, bahkan
lebih daripada ayah sendiri.”
Kemudian aku terus bertanya lagi : “Apakah maksudnya ular itu wahai
anakku?”
“Maka dia mengatakan kepada ku bahawa ular itu adalah perbuatan jahat
selama hidupnya yang hampir menjerumuskanku ke dalam api neraka.
“Tetapi siapa pula orang tua itu wahai anakku ? tanya Malik lagi.
“Dia adalah perbuatan baik ayah lakukan, perbuatan baik itu menjadi lemah
kerana perbuatan jahat yang telah ayah lakukan. Dia
tidak dapat menolong ayah ” jawab puteriku.
Aku bertanya lagi
: “Apakah yang kamu lakukan di rumah ini anakku ? “Lalu puteriku menjawab : “Ayahku
yang dikasihi ! Kami semua adalah anak-anak Islam. Kami menunggu kamu sekalian
sehingga Hari Akhirat. Kemudian kami meminta Allah untuk keselamatan ayah-ayah
kami.”
Sampai di sini, Malik terjaga daripada tidurnya. Dia melihat ke kiri dan ke
kanan, tidak ada siapa-siapa, ternyata dia baru sadar bahwa dia telah bermimpi.
Dari mimpinya itulah dia terus sadar bahwa itu merupakan satu peringatan
baginya. Malik merasakan
sudah sampai masanya dia insaf dan menghentikan semua amalan buruknya dan
bertaubat kepada Allah. Maka akhirnya Malik bin Dinar menjadi seorang ahli sufi
yang terkenal di bawah bimbingan hasan Al Basri.
Itulah kisah
taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah
seorang imam generasi tabi'in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu
menangis sepanjang malam dan berkata: "Ya Ilahi, hanya Engkaulah
satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang
manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni
sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka."
Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: "Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari.
Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: "Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari.
Dia berfirman
kepadamu: "Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka
Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya
kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa.
Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari
kecil."
Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.
Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas.
Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.
Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas.
Malik bin Dinar dan Seorang Pemuda
Malik bin Dinar mempunyai tetangga yang masih muda sedangkan tingkah
lakunya sangat berandal dan mengganggu ketentraman. Malik sering terganggu
dengan tingkah laku si pemuda berandal ini, namun dengan sabar dia menunggu
sampai ada orang yang mau menegur pemuda ini. Tatapi orang-orang malah datang
kepada Malik dan mengeluh mengenai kelakuan pemuda itu. Maka pergilah Malik
menemui pemuda tersebut dan meminta agar ia mau mengubah kelakuannya.
Dengan bandel dan seenaknya si pemuda menjawab, “Aku adalah kesayangan
sultan dan tidak ada seorangpun yang dapat melarang atau mencegahku untuk
berbuat sekehendak hatiku”.
“Aku akan mengadu kepada sultan”, Malik mengancam.
“Sultan tidak akan mencela diriku”, jawab si pemuda. “Apapun yang kulakukan sultan menyukainya”.
“Baiklah jika sultan tidak dapat berbuat apa-apa”, Malik meneruskan
ancamannya, ”aku akan mengadu kepada yang Maha Pengasih”, sambil menunjuk ke
atas.
“ALLAH?”, jawab si pemuda. “Ia terlampau Pengasih untuk menghukum diriku
ini” Jawaban ini membuat Malik bin Dinar bungkam, tak dapat berkata apa-apa.
Si pemuda
ditinggalkannya. Beberapa hari berlalu dan tingkah laku si pemuda semakin
melampaui batas. Sekali lagi Malik pergi untuk menegur si pemuda, tapi di
tengah jalan ia mendengar seruan yang ditujukan kepadanya : ”Jangan engkau
sentuh sahabatKu itu!”
Masih dalam keadaan terkejut dan gemetar Malik menemui si pemuda. Melihat
kedatangan Malik, si pemuda menyentak, ”Apa pulakah yang telah terjadi hingga
engkau datang ke sini untuk kedua kalinya?”
Malik menjawab, ”Kali ini aku datang bukan untuk mencela tingkah lakumu,
aku datang semata-mata untuk menyampaikan kepadamu bahwa aku telah mendengar seruan
yang mengatakan…”.
Si pemuda berseru :”Wahai! Kalau begitu halnya, maka gedungku ini akan
kujadikan sebagai tempat beribadah kepadaNya. Aku tidak peduli lagi dengan
semua harta kekayaanku ini.”
Setelah berkata demikian, ia pun pergi meninggalkan segala sesuatu yang
dimilikinya dan mengembara di atas dunia ini.
Malik bin Dinar mengisahkan bahwa beberapa lama kemudian dia bertemu dengan
pemuda tadi di Mekkah dalam keadaan terlunta-lunta menjelang akhir hayatnya.
“Ia adalah sahabatku” si pemuda berkata terengah-engah. “Aku akan menemui
Sahabatku.” Setelah berkata demikian ia lalu menghembuskan nafasnya yang
terakhir.