Senin, 22 Oktober 2012

DZUN-NUN AL MISRI



Nama asli beliau adalah Abul Faidh Nun Tsauban bin Ibrahim Al Mishri, wafat pada tahun 245 H/859 M. Ayahnya berasal dari Naubi ( sabuah negara di Timur Laut Afrika, berbatasan dengan Mesir dan Laut Merah, Padang Libia dan Khortum). Beliau seorang yang sangat terhormat, paling alim, wara', kharismatik dan seorang sastrawan pada masanya. Beliau pernah mendapat fitnah hingga diadukan kepada Khalifah Al Mutawakkil dan dipanggilnya dari Mesir. Ketika beliau datang dan memberi nasihat kepada Khalifah Al Mutawakkil, Khalifah pun menangis dan berbalik menghormatinya. Dikatakan bahwa ketika dituturkan seorang ahli wara',  maka Khalifah mengucapkan LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAH kepada Dzun Nun Al Mishri. Dzun Nun adalah seorang yang kurus berkulit putih kemerehan dan tidak berjenggot putih.
Di antara mutiara nasihatnya adalah:
1.    Putaran pembicaraan berkisar empat hal: mencintai Yang Maha Agung, tidak suka sedikit ibadah, mengikuti Al Qur'an, dan takut berubah.
2.    Di antara tanda-tada orang yang mencintai Allah adalah mengikuti kekasih-Nya dalam perilaku, perbuatan, perintah-perintah dan sunnah-sunnahnya.
3.    Orang hina adalah orang yang tidak tahu jalan kepada Allah dan tidak mau mempelajarinya.
Al Maghribi pernah datang kepada Dzun Nun dan bertanya, "Wahai Abul Faidh, apa sebab tobatmu?"
Maka dijawab, "Mengherankan, kamu tidak mempercayainya?"
Al Maghribi berkata, "Demi Tuhanmu yang engkau sembah, beritahulah saya!"
Maka diceritakan kepada Al Maghribi, " Suatu hari saya ingin keluar dari Mesir menuju satu desa, ketika melewati padang sahara saya tidur di sebuah jalan. Saat mata saya terbuka, tiba-tiba ada anak burung kecil yang buta terjatuh dari sarangnya ke tanah, dan bumi terbelah menjadi dua. Dari celah bumi itu keluar dua buah piring emas dan perak. Di piring yang satu terdapat bijian dan yang satunya berisi air, maka burung itu pun makan dan minum dari piring itu. Lalu aku berkata, 'Cukup ya Allah, saya telah bertobat.' Semenjak itu saya selalu mengetuk pintu Allah sampai diterima tobat saya,"
Katanya lagi, "Al Hikmah tidak tinggal pada seseorang yang perut besarnya terisi penuh makanan." Pernah juga beliau ditanya tentang tobat, lalu dijawab, "Tobat orang awam adalah dari perbuatan dosa, sedang tobat orang khusus adalah dari kelengahan.
Dialah ahli tasawuf dari Mesir. Dulu dia adalah seorang pemuda yang sangat akrab dengan kesenangan, main-main dan sendau gurau, kemudian bertaubat dan meninggalkan semua keburukan. Ketika ditanya bagaimana kehidupan dirinya hingga kemudian menjadi orang yang zuhud dan mempunyai kemuliaan. di sisi Allah, Dzun Nun bercerita…
Dia berniat menunaikan ibadah haji, hari itu berangkat bersama para pedagang dari Mesir, dengan naik kapal. Dia sendiri membawa dagangan tidak terlalu banyak. Di dalam kapal itu ada juga penumpang, seorang anak muda yang cakep, wajahnya berseri-seri. Kapal terus melaju makin menengah. Seorang pemilik kapal memberitahu telah kehilangan harta yang ada dalam kantongnya, dia meminta supaya kapal ditahan atau dihentikan untuk diadakan penggeledahan. Semua orang dan barang daganganya dicek satu persatu. Ketika penggeledahan sampai pada pemuda ganteng, dia loncat dari kapal terjun ke laut. Ombak yang menggunung itu kemudian menangkapnya, lalu mengangkat dan mengusungnya seperti duduk di atas kasur. Semua orang melihatnya dari atas kapal. Sementara anak muda itu berdoa:
" Ya Tuhanku…. Orang-orang itu telah mencurigai aku. Sesungguhnya aku bersumpah wahai kekasih hatiku, kiranya Engkau perintahkan seluruh binatang melata di tempat ini agar menyembulkan kepalanya, dan dari setiap mulutnya mengeluarkan mutiara."
Sebelum anak muda itu selesai berdoa, orang-orang melihat seluruh binatang laut keluar, nampak di permukaan air, menunjukkan kepalanya, dan setiap binatang mengeluarkan mutiara yang bercahaya menyilaukan. Anak muda itu meloncat turun ke laut seperti berjalan di atas air sambil mengucapkan " iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in", hingga lenyap tidak seorangpun melihatnya.
Dzun Nun berkata " Itulah yang mendorong saya untuk selalu mengadakan perjalanan, wisata ruhani. Berkaitan dengan kejadian itu, aku selalu ingat ingat sabda Rasulullah SAW.
" Tiga puluh orang selalu berada di tengah-tengah umat ini. Hati mereka satu, seperti Ibrahim kekasih Allah. setiap mati satu, Allah akan menggantikan satu yang lainnya. "
Subhanalloh, … Perjalanan ruhani membawa hikmah ketaubatan, semoga perjalanan hidup ini kan selalu membawa hikmah taubat dan perbaikan diri.
Kesabaran Dzun Nun al-Misri
Dzun Nun al-Misri mempunyai seorang anak perempuan yang sangat saleh. Ketika putrinya masih sangat muda, dia bersama bapaknya ke laut dan menjala ikan. Dzun Nun masuk ke air, dan putrinya menunggu di bibir pantai. Setelah beberapa lama menebar jala, tak satupun ikan yang dapat, namun pada akhirnya, dia mendapatkan ikan besar yang tersangkut di jalanya. Ketika Dzun Nun siap memasukkan ikan hasil tangkapannya itu ke dalam wadah ikan, putrinya segera mengambil ikan itu dan melepaskannya kembali ke dalam air laut. Ikan itu berenang menjauh ke tengah laut.
Dzun Nun kaget dan bertanya pada putrinya, "Mengapa engkau membuang ikan hasil tangkapan kita?" "Aku menyaksikan ikan itu tengah menggerakan mulutnya. Aku lihat dia sedang berzikir dan menyebut nama Allah. Aku tidak mau memakan mahluk yang berzikir kepada Allah." Jawab anaknya. 
Putri Dzun Nun memegang tangan Bapaknya seraya berkata, "Bersabarlah, Bapak. Kita seharusnya berserah diri kepada Allah. Sesungguhnya Dia akan memberi rizki kepada kita". 
Mereka berdua kemudian shalat di tepi pantai dan tawakkal kepada Allah. Hingga sore hari. Akhirnya mereka pulang ke rumah. Setelah sholat isya', tempat makan mereka penuh dengan makanan. Makanan itu dikirim oleh Allah untuk mereka. Setiap hari selama lebih dari sebelas tahun. Sampai pada suatu hari ketika anaknya meninggal dunia mendahului bapaknya, saat itu pula makanan itu sudah tidak ada lagi di tempat makanan. Dia akhirnya sadar bahwa, kesabaran anaknya itu membuahkan kasih sayang Allah padanya. .
Kunci kesabaran di sini adalah berserah pada kuasa Allah, tak ada yang akan kelaparan dan mati di dunia secara sia-sia. Allah akan memberikan rizki pada semua manusia, bahkan dengan tawakkal, sabar dan berserah diri pada Allah, Dia tidak akan membiarkan hambanya terlantar dan menderita.
Seorang pemuda mendatangi Zun-Nun dan bertanya, “Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain.”
Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, “Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”
Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”
“Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil.”
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, “Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak.”
Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, “Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas.
Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”
Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya “para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar” yang menilai demikian. Namun tidak bagi “pedagang emas”.
“Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas.”
Seorang yang berharap diterima sebagai murid berkata kepada pada Zun al-Nun, “Saya ingin bergabung dalam Jalan Kebenaran melebihi apapun di dunia ini.”
Dan inilah yang dikatakan Zun al-Nun kepadanya: “Kau boleh ikut serta dalam kafilah kami jika kau terima dua hal lebih dulu. Yang pertama, kau harus melakukan hal-hal yang tak ingin kau lakukan. Kedua, kau tidak akan diizinkan melakukan hal-hal yang ingin kau lakukan.
Ingin adalah apa yang berdiri di antara manusia dan Jalan Kebenaran.”
Suatu hari, Dzun Nun Al-Mishri hendak mencuci pakaian di tepi sungai Nil. Tiba-tiba ia melihat seekor kalajengking yang sangat besar. Binatang itu mendekati dirinya dan segera akan menyengatnya.
Dihinggapi rasa cemas, Dzun Nun memohon perlindungan kepada Allah swt agar terhindar dari cengkeraman hewan itu. Ketika itu pula, kalajengking itu membelok dan berjalan cepat menyusuri tepian sungai.
Dzun Nun pun mengikuti di belakangnya. Tidak lama setelah itu, si kalajengking terus berjalan mendatangi pohon yang rindang dan berdaun banyak. Di bawahnya, berbaring seorang pemuda yang sedang dalam keadaan mabuk. Si kalajengking datang mendekati pemuda itu. Dzun Nun merasa khawatir kalau-kalau kalajengking itu akan membunuh pemuda mabuk itu.
Dzun Nun semakin terkejut ketika melihat di dekat pemuda itu terdapat seekor ular besar yang hendak menyerang pemuda itu pula. Akan tetapi yang terjadi kemudian adalah di luar dugaan Dzunnun. Tiba-tiba kalajengking itu berkelahi melawan ular dan menyengat kepalanya. Ular itu pun tergeletak tak berkutik.
Sesudah itu, kalajengking kembali ke sungai meninggalkan pemuda mabuk di bawah pohon. Dzun Nun duduk di sisi pemuda itu dan melantunkan syair, Wahai orang yang sedang terlelap, ketahuilah, Yang Maha Agung selalu menjaga dari setiap kekejian yang menimbulkan kesesatan. Mengapa si pemilik mata sampai tertidur? Padahal mata itu dapat mendatangkan berbagai kenikmatan
Pemuda mabuk itu mendengar syair Dzun Nun dan bangun dengan terperanjat kaget. Segera Dzun Nun menceritakan kepadanya segala yang telah terjadi.
Setelah mendengar penjelasan Dzunnun, pemuda itu sadar. Betapa kasih sayang Allah sangat besar kepada hambanya. Bahkan kepada seorang pemabuk seperti dirinya, Allah masih memberikan perlindungan dan penjagaan-Nya
Ketika Dzun-Nun sedang menjelang ajal di pembaringannya, teman-temannya bertanya, "Apa keinginanmu?" "Keinginanku adalah." jawabnya, "sebelum aku meninggalkan dunia ini, walaupun hanya sesaat, aku dapat mengenal-Nya." Ia lalu melantunkan bait-bait berikut:
Ketakutan menyia-nyiakanku.
Kerinduan melahapku.
Cinta memperdayakanku.
Allah kembali menghidupkanku.
Esok harinya ia tak sadarkan diri. Di malam ketika ia meninggal dunia, tujuh puluh orang berjumpa dengan Nabi saw. dalam mimpi mereka. Semuanya meriwayatkan bahwa Nabi saw. berkata, "Sahabat Allah datang. Aku keluar untuk menyambutnya."
Saat Dzun-Nun meninggal dunia, terlihat tulisan berwarna hijau di keningnya yang berbunyi: "Ini adalah sahabat Allah, ia wafat dalam cintanya kepada Allah. Ini adalah pembunuhan dengan 'pedang'-Nya."
Ketika orang-orang menggotong kerandanya ke Pemakaman, sinar matahari terasa amat panas. Burung-burung kemudian datang dengan mengepakkan sayap mereka, melindungi usungan jenazahnya dari sengatan sinar matahari, mulai dari rumah hingga ke pemakaman.
Saat jenazah Dzun-Nun diusung menuju pemakaman, seorang muazin melafalkan azan. Ketika muazin tersebut sampai pada kalimat syahadat, Dzun-Nun mengangkat satu jarinya hingga keluar dari sehubung kerandanya.
"Dia masih hidup!" teriak orang-orang. Mereka pun menurunkan usungan jenazah Dzun-Nun. Jarinya menunjuk, namun Dzun-Nun benar-benar sudah meninggal dunia. Betapa pun kerasnya orang-orang berusaha, mereka tidak mampu meluruskan jarinya.
Ketika masyarakat Mesir melihat kejadian itu, mereka semua merasa malu dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan yang telah mereka lakukan terhadap Dzun-Nun.


5 komentar: