Rabu, 08 Februari 2012

Abu Yazid Al-Bustami

Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin Isa Surusyan, juga dikenal dengan Bayazid. Beliau dikenal sebagai salah seorang sufi kenamaan Persia abad ke-III dari Bistam wilayah Qum, lahir pada tahun 874 M dan wafat pada usia 73 tahun. Ayahnya seorang pemimpin di Bistam dan ibunya seorang yang zahid, sedangkan kakeknya seorang Majusi yang memeluk Islam dan menganut madzhab Hanafi. Ibunya juga seorang zahid, dan Abu Yazid amat patuh kepadanya. Kehidupan Abu Yazid yang luar biasa bermula sejak ia masih berada dalam kandungan. “Setiap kali aku menyuap makanan yang kuragukan kehalalannya”, ibunya sering berkata pada Abu Yazid, “engkau yang masih berada didalam rahimku memberontak dan tidak mau berhenti sebelum makanan itu kumuntahkan kembali”. Pernyataan itu dibenarkan oleh Abu Yazid sendiri. Abu Yazid al-Bustami memang mempunyai beberapa kelebihan sejak dari kandungan ibunya, kondisi yang demikian ini tentunya hanya dirasakan dan dialami oleh ibunya. Perkembangan intelektualnya sangat luar biasa, beliau terkenal cerdas dan mampu melakukan tugas dengan cekatan meskipun masih pada usia anak-anak yang semestinya tidak dapat dilakukan oleh manusia seusia mereka, tetapi Abu Yazid al-Bustami dapat melakukaknnya. Hal yang demikian tentu saja membuat orang-orang yang melihatnya terkagun-kagum, meskipun begitu manusia istimewa yang lahir di Persia ini tetap rendah hati tidak menampakkan kesombongan sedikitpun. Sungguhpun orang tuanya sebagai pemuka di Bistam, Abu Yazid hidup sederhana dan sangat menaruh kasih sayang kepada fakir miskin. Sewaktu meningkat usia remaja, Abu Yazid Abu Yazid juga terkenal sebagai murid yang pandai dan seorang anak yang patuh m,engikuti ajaran agama, serta berbakti kepada orang tuanya. Suatu kali gurunya menerangkan suatu surat dari al-Qur’an surat Luqman.”Terima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu,” Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia kemudian berhenti belajar dan pulang ke rumahnya untuk menemui ibunya. Itulah suatu gambaran bagaimana ia memenuhi setiap panggilan Allah.
Abu Yazid tidak pernah makan buah melon karena dia tidak tahu bagaimana cara Rasul memotongnya, ia khawatir menyalahi sunnah Rasul. Abu Yazid al-Bustami adalah seorang ahli sufi yang terkenal di Persia sekitar abad ketiga hijriyah. Ia disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan faham fana’ dan baqa. Sebelum ia mendalami tasawuf ia mempelajari ilmu fiqih terutama mazhab Hanafi. Ia memperingatkan manusia agar tidak terperdaya dengan seseorang sebelum melihat sebagaimana ia melakukan perintah dan meninggalkan larangan Tuhan, menjaga ketentuan-ketentuan dan melaksanakan syari’at-Nya.
Ia jarang keluar dari Bistam, dan ketika kepadanya dikatakan bahwa orang yang mencari hakikat salalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, ia menjawab: “Temanku (maksudnya Tuhan) tidak pernah bepergian dan oleh karena itu akupun tidak bergerak dari sini.” Sebagian besar dari waktunya ia gunakan untuk beribadat dan memuja Tuhan.
Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi memakan waktu puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu menjadi seorang fakih dari Mazhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang terkenal adalah Abu Ali al-Sindi. Ia mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat, dan ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid tidak ditemukan dalam buku.
Proses menjalani kehidupan zuhud selama 13 tahun, Abu Yazid mengembara di gurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum yang sedikit sekali. Pengikut al-Bustami kemudian mengembangkan ajaran tasawuf dengan membentuk suatu aliran tarikat bernama Taifuriyah yang diambil dari nisbah al-Bustami yakni Taifur. Pengaruh tarikat ini masih dapat dilihat dibeberapa dunia Islam seperti Zaousfana’’, Maghrib (meliputi Maroko, al-Jazair, Tunisia), Chittagong dan Bangladesh. Makam al-Bustami terletak ditengah kota Biston dan dijadikan objek ziarah oleh masyarakat. Sebagian masyarakat mempercayai sebagai wali atau orang yang memiliki kekeramatan. Sultan Moghul, Muhammad Khudabanda memberi kubah pada makamnya pada tahun 713 H/1313 M atas saran penasehat agama sultan bernama Syaikh Syafaruddin.
Abu Yazid mengatakan “Dua belas tahun lamanya aku menjadi penempa  besi bagiku. Kulempar diriku dalam tungku riyadhah. Kubakar dengan api mujahadah. Kuletakkan di atas alas penyesalan diri sehingga dapatlah kujumpai sebuah cermin diriku sendiri. Lima tahun lamanya aku menjadi cermin diriku yang selalu kukilapkan dengan bermacam-macam ibadah dan ketaqwaan. Setahun lamanya aku memandang cermin diriku dengan penuh perhatian, ternyata diriku kulihat terlilit sabu takabbur, kecongkakan, ujub, riya’, ketergantungan kepada ketaatan dan membanggakan amal. Kemudian aku beramal selama lima tahun sehingga sabuk itu putus dan aku merasa memeluk Islam kembali. Kupandang para mahluk dan aku lihat mereka semua mati, sehingga aku kembali dari jenasah mereka semua. Aku sampai kepada Allah dengan pertolonganNya tanpa perantara mahluk”.
Pengalaman Abu Yazid yang ucapannya (pada saat sukr) kadang-kadang sulit dipahami oleh orang awam, menyebabkan sebagian ulama menentangnya, sehingga ia sementara waktu pernah mengasingkan diri di Bistam. Ia pun meninggal di tempat pengasingannya. 260H. /874M. makamnya yang terletak di tengah kota itu, banyak diziarahi pengunjung. Pada tahun 713 H/1313 M. di atas makamnya dibangun sebuah kubah atas perintah Sultan Mongol.
Kepribadian Abu Yazid sangat menonjol di kalangan kaum sufi Persia. Tidak banyak sufi yang mengesankan dan sekaligus membingungkan orang-orang sezamannya dan zaman-zaman sesudahnya. Dia yang memulai memperkenalkan konsep ittihad atau penyatuan asketis dengan Tuhan, penyatuan tersebut menurutnya dilalui dengan beberapa proses, mulai fana’ dalam dicinta, bersatu dengan yang dicinta, dan kekal bersamanya. Jadi wajar jika al-Bistami dianggap oleh Nicholson, sebagaimana yang dikutip oleh Lammen, sebagai pendiri tasawuf dengan ide orisinil tentang wahdatul wujud di timur sebagaimana theosofi yang merupakan kekhasan pemikiran Yunani.

TASAWUF ABU YAZID AL BUSTAMI

Ajaran tasawuf Abu Yazid yang terpenting adalah fana’ dan baqa’. Dari segi bahasa, fana’ berasal dari kata faniya’, yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, fana’ adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Menyikapi hal ini, Abu Bakar al-Kalabadzi (w,378H/988M) mendefinisikan; hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar dan ia telah menghilangkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu. Pencapaian Abu Yazid ke tahap fana’ terjadi setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah, seperti tampak dalam ceritanya. Setelah allah menyaksikan kesucian hatiku yang terdalam, aku mendengar puas dari-Nya. Lalu diriku dicap dengan keridaanNya. Mintalah kepada-Ku semua yang kau inginkan,’ kataNya. Engkaulah yang aku inginkan,’ jawabku,’’ karena Engkau lebih utama daripada anugerah, lebih besar daripada kemurahan, dan melalui Engkau, aku mendapatkan kepuasan dalam diriMu.
Jalan menuju fana’, menurut Abu Yazid dikisahkan dalam mimpinya menatap Tuhan. Ia bertanya,”Bagaimana caranya agar aku sampai kepadaMu.” Tuhan menjawab,”Tinggalkan diri (nafsu) mu dan kemarilah,” Abu Yazid pernah melontarkan kata fana’ pada salah satu ucapannya.
أَعْرِفُهُ حَتَّى فَنَيْتُ ثُمَّ عَرَفْتُهُ بِهِ فَحَيَيْتُ
“Aku tahu kepada Tuhan melalui diriku hingga aku fana’ kemudian aku tahu kepada-Nya melalui diri-Nya, maka akupun hidup”
Adapun baqa’ berasal dari kata ‘baqiya’ dari segi bahasa artinya tetap, sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah, faham baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan fahan fana’ , keduanya merupakan faham yang berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana’ ketika itu juga sedang mengalamai baqa’. Dengan demikian dua kondisi dan situasi antara fana’ dan baqa’ adalah sebuah situasi yang tidak dapat dipisahkan atau tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, keduanya saling mendukung dan menopang.
Ketika sedang menerangkan kaitan antara fana’ dan baqa’, al-Qusyairi menyatakan, “bahwa barang siapa yang meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela, ia sedang fana’, syahwatnya. Tatkala fana’ dari syahwatnya, ia baqa’ dalam niat dan keikhlasan ibadah. Barang siapa yang hatinya zuhud dari keduniaan, ia sedang fana’ dari keinginannya, dengan demikian berarti pula sedang baqa’ dalam ketulusan inabahnya dan ketulusan pengabdiannya.
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami seseorang sufi setelah melalui tahapan fana’ dan baqa’.
Hanya saja dalam literature klasik, pembahasan tentang ittihad ini tidak ditemukan. Apakah karena pertimbangan keselamatan jiwa atau ajaran ini sangat sulit di praktekkan dan mmasih perlu pembahasan, merupakan pertanyaan yang perlu dianalisis lenih lanjut. Namun menurut Harun Nasutiom uraian tentang ittihad banyak terdapat dalam buku karya para orientalis.
Dalam tahapan ittihad, seseorang sufi bersatu dengan Tuhan. Antara yang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik substansi maupun perbuatannya. Dalam paparan Harun Nasution tahapan ittihad adalah satu tingkatan ketika seseorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, satu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata,”Hai aku,”
Dengan mengutip pendangan A.R al-Baidawi, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud, walaupun sesungguhnya ada dua wujud yang terpisah satu dengan lainnya. Karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, dalam ittihad bisa terjadi pertukaran antara yang mencintai dan yang dicintai, karena fana’nya telah tidak mempunyai kesadaran lagi dan berbicara dengan nama Tuhan.
Dalam dunia fana’nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi kehadirat Tuhan, bahwa ia telah berada di dekat Tuhan dapat dilihat dari syathahat yang diucapkannya. Syathahat adalah ucapan-ucapan yang dikeluarkan orang sufi ketika ia mulai berada di pintu gerbang ittihad. Ucapan-ucapan yang demikian ini belum pernah didengar dari sufi sebelumnya. Ucapan Abu Yazid adalah :
لَسْتُ أَتَعَجَّبُ مِنْ حُبِيْ لَكَ فَأَ نَاعَبْدٌ فَقِيْرٌ وَلكِنّيْ أَتَعَجَّبُ مِنْ حُبّكَ لِيْ وَأَنْتَ مَلِكٌ قَدِيْرٌ
“Aku tidak heran terhadap cintaku kepada-Mu, karena aku adalah hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu kepadaku, karena Engkau adalah Raja Maha Kuasa,”
Tatkala berada dalam tahapa ittihad, Abu Yazid berkata:
قَالَ: يَاأَبَايَزِيْدَإِنَّهُمْ كُلُّهُمْ خَلْقِيْ غَيْرَكَ. فَقُلْتُ: فَأَنْتَ أَنَا وَأَنَا أَنْتَ
“Tuhan berkata, “Hai Abu Yazid! Mereka Semua, kecuali engkau, adalah makhluk. Akupun berkata, :”Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau,”
Selanjutnya Abu Yazid berkala lagi:
فَانْقَطَعَ الْمُنَاجَةُ فَصَارَالْكَلِمَةُ وَاحِدَةً وَصَارَالْكُلُّ بِالْكُلّ وَاحِدًا.فَقَالَ لِيْ: يَاأَنْتَ،فَقُلْتُ بِهِ:يَاأَنَا,فَقَالَ لِيْ:أَنْتَ الْفَرْدُ.قُلْتُ:أَنَاالْفَرْدُ.فَقَالَ لِيْ: أَنْتَ أَنْتَ، قُلْتُ: أَنَاأَنَا.
“Konversasipun terputus, kata menjadi satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Iapun berkata,”hai engkau”. Akupun dengan perantaraan-Nya, menjawab. “Akulah yang satu”. Ia berkata lagi, Engkau adalah Engkau. Aku balik menjawab, Aku adalah Aku,”
Sehabis salat Subuh, Abu Yazid pernah berucap,
إِنَّنِيْ أَنَااللهُ لاَإِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِيْ.
“Sesungguhnya Aku adalah Allah. Tidak ada Tuhan Selain Aku, Maka sembahlah Aku,”
Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu. Abu Yazid bertanya,”Siapa yang engkau cari?” Orang tersebut menjawab,”Abu Yazid. Lalu Abu Yazid berkata,”Pergilah, di rumah ini tidak ada Abu Yazid, kacuali Allah yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi,”
Ucapan-ucapan Abu Yazid di atas kalau didengar secara sepintas akan memberikan kesan bahwa ia sudah syirik kepada Allah. Oleh Karena itu, dalam sejarah, diantara para sufi, ada yang ditangkap dan dipenjara disebabkan oleh ucapannya yang membingungkan umat.
Oleh karena itulah, maka untuk mencerna ucapan-ucapan Abu Yazid hendaknya dilakukan dengan cermin hati yang bijaksana jauh dari emosi dan prasangka buruk. Hal ini untuk menjauhkan (menghindari) kesan yang kurang baik terhadap Abu Yazid, sehingga akan menimbulkan kebingungan. Akan lebih baik apabila ditelaah dengan detail kemudian ditarik dengan garis lurus sebagai seseorang yang sangat mencintainya Tuhannya.

MI’ROJ
Abu Yazid berkisah, “Dengan tatapan yang pasti aku memandang Allah setelah Dia membebaskan diriku dari semua makhluk-Nya, menerangi diriku dengan Cahaya-Nya, membukakan keajaiban-keajaiban rahsia-Nya dan menunjukkan kebesaran-Nya kepadaku. Setelah menatap Allah aku pun memandang diriku sendiri dan merenungi rahasia serta hakekat diri ini. Cahaya diriku adalah kegelapan jika dibandingkan dengan Cahaya-Nya, kebesaran diriku sangat kecil jika dibandingkan dengan kebesaran-Nya, kemuliaan diriku hanyalah kesombongan yang sia-sia jika dibandingkan dengan kemuliaan-Nya. Di dalam Allah segalanya suci sedang didalam diriku segalanya kotor dan cemar. Bila kurenungi kembali, maka tahulah aku bahwa aku hidup kerana cahaya Allah. Aku menyadari kemuliaan diriku bersumber dari kemuliaan dan kebesaran-Nya. Apapun yang telah kulakukan, hanya kerana kemaha kuasaan-Nya. Apapun yang telah terlihat oleh mata lahirku, sebenarnya melalui Dia. Aku memandang dengan mata keadilan dan realiti. Segala kebaktianku bersumber dari Allah, bukan dari diriku sendiri, sedang selama ini aku beranggapan bahawa akulah yang berbakti kepada-Nya. Hiasilah diriku dengan ke-Esaan-Mu, sehingga apabila hamba-hamba-Mu memandangku yang terpandang oleh mereka adalah ciptaan-Mu. Dan mereka akan melihat Sang Pencipta, bukan diriku ini”. Keinginanku ini dikabulkan-Nya. Ditaruh-Nya mahkota kemurahan hati ke atas kepalaku dan Ia membantuku mengalahkan jasmaniku. Setelah itu, Dia berkata, “temuilah hamba-hamba-Ku itu”. Maka kulanjutkan pula pengembaraan yang tak berkesudahan di lautan tanpa tepi itu untuk beberapa lama, aku katakan, “Tidak ada seorang manusia pun yang pernah mencapai kemuliaan yang lebih tinggi daripada yang telah kucapai ini. Tidak mungkin ada tingkatan yang lebih tinggi daripada ini”. Tetapi ketika kutajamkan pandangan ternyata kepalaku masih berada di telapak kaki seorang Nabi.
Maka sadarlah aku, bahawa tingkat terakhir yang dapat dicapai oleh manusia-manusia suci hanyalah sebagai tingkatan awal dari kenabian. Mengenai tingkat terakhir dari kenabian tidak dapat kubayangkan. Kemudian Rohku menembus segala penjuru di dalam kerajaan Allah. Syurga dan neraka ditunjukkan kepada rohku itu tetapi ia tidak peduli. Apakah yang dapat menghadang dan membuatnya peduli? Semua sukma yang bukan Nabi yang ditemuinya tidak dipedulikannya. Ketika ruhku mencapai sukma manusia kesayangan Allah, Nabi Muhammad SAW, terlihatlah olehku seratus ribu lautan api yang tiada bertepi dan seribu tirai cahaya. Seandainya kujejakkan kaki ke dalam lautan api yang pertama itu, niscaya aku hangus binasa. Aku sedemikian gentar dan bingung sehinga aku menjadi sirna. Tetapi betapa pun besar keinginanku, aku tidak berani memandang tiang perkemahan Muhammad Rasulullah Saw. Walaupun aku telah berjumpa dengan Allah, tetapi aku tidak berani berjumpa dengan Muhammad Rasulullah Saw. Kemudian Abu Yazid berkata, “Ya Allah, segala sesuatu yang telah terlihat olehku adalah aku sendiri.
Bagiku tiada jalan yang menuju kepada-Mu selama aku ini masih ada. Aku tidak dapat menembus keakuan ini, apakah yang harus kulakukan?” Maka terdengarlah perintah, “Untuk melepas keakuanmu itu ikutilah kekasih Kami, Muhammad Saw. Usaplah matamu dengan debu kakinya dan ikutilah jejaknya. Maka terjunlah aku ke dalam lautan api yang tak bertepi dan kutenggelamkan diriku kedalam tirai-tirai cahaya yang mengelilingi Muhammad Rasululah Saw. Dan kemudian tak kulihat diriku sendiri, yang kulihat Muhammad Rasulullah Saw. Aku terdampar dan kulihat Abu Yazid berkata,” aku adalah debu kaki Muhammad, maka aku akan mengikuti jejak beliau Saw.

Kisah Abu Yazid
Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan beberapa orang muridnya. Jalan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah yang berlawanan datanglah seekor anjing. Abu Yazid menyingkir kepinggir untuk memberi jalan kepada binatang itu. Salah seorang murid tidak menyetujui perbuatan Abu Yazid ini dan berkata,” Allah Yang Maha Besar telah memuliakan manusia di atas segala makhluk, Abu Yazid adalah “Raja diantara kaum mistik”, Apakah pantas perbuatan seperti itu? ” Abu Yazid menjawab,” Anak muda, anjing tadi secara diam-diam telah berkata kepadaku, ‘Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah kehormatan sebagai raja diantara para mistik?’. Begitulah yang sampai dalam pikiranku dan kerana itulah aku memberi jalan kepadanya”.
Ada seorang pertapa di antara tokoh suci terkenal di Bustham yang mempunyai banyak pengikut dan pengagum, tetapi ia sendiri senantiasa mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Abu Yazid. Dengan tekun ia mendengarkan ceramah-ceramah Abu Yazid dan duduk bersama sahabat-sahabat beliau. Pada suatu hari berkatalah ia kepada Abu Yazid, “pada hari ini genap tiga puluh tahun lamanya aku berpuasa dan memanjatkan do’a sepanjang malam sehingga aku tidak pernah tidur. Namun pengetahuan yang engkau sampaikan ini belum pernah menyentuh hatiku. Walau demikian aku percaya kepada pengetahuan itu dan senang menddngarkan ceramah-ceramahmu”. Abu Yazid berkata “Walaupun engkau berpuasa siang malam selama tiga ratus tahun, sedikitpun dari ceramahku ini tidak akan dapat engkau hayati”. “Mengapa demikian ?” tanya si murid. “Kerana matamu tertutup oleh dirimu sendiri”, jawab Abu Yazid. “Apakah yang harus kulakukan ?”, tanya si murid pula. “Jika kukatakan, pasti engkau tidak mau menerimanya”, jawab Abu Yazid. “Akan kuterima ! Katakanlah kepadaku agar kulakukan seperti yang engkau petuahkan”. “Baiklah!” jawab Abu Yazid. “Sekarang ini juga, cukurlah janggut dan rambutmu. Tanggalkan pakaian yang sedang engkau kenakan dan gantilah dengan cawat yang terbuat dari bulu domba. Gantungkan sebungkus kacang dilehermu, kemudian pergilah ke tempat ramai. Kumpulkan anak-anak sebanyak mungkin dan katakan pada mereka,”Akan kuberikan sebutir kacang kepada setiap orang yang menampar kepalaku”. Dengan cara yang sama pergilah berkeliling kota, terutama sekali ke tempat dimana orang-orang sudah mengenalmu. Itulah yang harus engkau lakukan”. “Maha besar Allah! Tiada Tuhan kecuali Allah”, cetus si murid setelah mendengar kata-kata Abu Yazid itu. “Jika seorang kafir mengucapkan kata-kata itu niscaya ia menjadi seorang Muslim”, kata Abu Yazid. “Tetapi dengan mengucapkan kata-kata yang sama engkau telah mempersekutukan Allah”. “Mengapa begitu ?”, tanya si murid. “Kerana engkau merasa bahawa dirimu terlalu mulia untuk berbuat seperti yang telah kukatakan tadi. Kemudian engkau mencetuskan kata-kata tadi untuk menunjukkan bahawa engkau adalah seorang penting, dan bukan untuk memuliakan Allah. Dengan demikian bukankah engkau telah mempersekutukan Allah ?”. “Saran-saranmu tadi tidak dapat kulaksanakan. Berikanlah saran yang lain”, si murid keberatan. “Hanya itu yang dapat kusarankan”, Abu Yazid menegaskan. “Aku tak sanggup melaksanakannya”, si murid mengulangi kata-katanya. “Bukankah telah aku katakan bahawa engkau tidak akan sanggup untuk melaksanakannya dan engkau tidak akan menuruti kata-kataku”, kata Abu Yazid. (Besi mesti dipanasi untuk dijadikan pedang, batu kotor mesti digosok supaya jadi berlian. “Gosoklah berlian imanmu dengan LA ILA HA IL LALLAH”. ‘JADIDU IMANAKUM BI LA ILA HA IL LALLAH’). “Engkau dapat berjalan di atas air”, orang-orang berkata kepada Abu Yazid. “Sepotong kayu pun dapat melakukan hal itu”, jawab Abu Yazid. “Engkau dapat terbang di angkasa”. “Seekor burung pun dapat melakukan itu”. “Engkau dapat pergi ke Ka’bah dalam satu malam”. ” Setiap orang sakti dapat melakukan perjalanan dari India ke Demavand dalam satu malam”. “Jika demikian apakah yang harus dilakukan oleh manusia-manusia sejati ?”, mereka bertanya kepada Abu Yazid. Abu Yazid menjawab, “Seorang manusia sejati tidak akan menautkan hatinya kepada selain Allah Swt.
Sedemikian khusyuknya Abu Yazid dalam berbakti kepada Allah, sehingga setiap hari apabila ditegur oleh muridnya, yang senantiasa menyertainya selama 20 tahun, ia akan bertanya,” Anakku, siapakah namamu ?” Suatu ketika si murid berkata pada Abu Yazid,”Guru, apakah engkau memperolok-olokkanku. Telah 20 tahun aku mengabdi kepadamu, tetapi, setiap hari engkau menanyakan namaku”. “Anakku”, Abu Yazid menjawab,”aku tidak memperolok-olokkanmu. Tetapi nama-Nya telah memenuhi hatiku dan telah menyisihkan nama-nama yang lain. Setiap kali aku mendengar sebuah nama yang lain, segeralah nama itu terlupakan olehku”.
Abu Yazid mengisahkan : Suatu hari ketika sedang duduk-duduk, datanglah sebuah fikiran ke dalam benakku bahwa aku adalah Syaikh dan tokoh suci zaman ini. Tetapi begitu hal itu terpikirkan olehku, aku segera sadar bahwa aku telah melakukan dosa besar. Aku lalu bangkit dan berangkat ke Khurazan. Di sebuah persinggahan aku berhenti dan bersumpah tidak akan meninggalkan tempat itu sebelum Allah mengutus seseorang untuk membukakan hatiku. Tiga hari tiga malam aku tinggal di persinggahan itu. Pada hari yang ke empat kulihat seseorang yang bermata satu dengan menunggang seekor unta sedang datang ke tempat persinggahan itu. Setelah mengamati dengan seksama, terlihat oleh ku tanda-tanda kesadaran Ilahi di dalam dirinya. Aku mengisyaratkan agar unta itu berhenti lalu unta itu segera menekukkan kaki-kaki depannya. Lelaki bermata satu itu memandangiku. “Sejauh ini engkau memanggilku”, katanya,” hanya untuk membukakan mata yang tertutup dan membukakan pintu yang terkunci serta untuk menenggelamkan penduduk Bustham bersama Abu Yazid?”"Aku jatuh lunglai. Kemudian aku bertanya kepada orang itu,”Dari manakah engkau datang?” “Sejak engkau bersumpah itu telah beribu-ribu batu yang kutempuh”, kemudian ia menambahkan,”berhati-hatilah Abu Yazid, Jagalah hatimu!”Setelah berkata demikian ia berpaling dariku dan meninggalkan tempat itu.
Menolak mereka hanya kerana keingkaran mereka. Segala sesuatu yang kulakukan hanyalah debu. Kepada setiap perbuatanku yang tidak berkenan kepada-Mu limpahkanlah ampunan-Mu. Basuhlah debu keingkaran dari dalam diriku kerana akupun telah membasuh debu kelancangan kerana mengaku telah mematuhi-Mu. Kemudian Abu Yazid menghembuskan nafas terakhirnya dengan menyebut nama Allah pada tahun 261 H /874 M

Menjawab 50 pertanyaan bertanya 1 pertanyaan. 
 
Ketua paderi berkata, “wahai pengikut Muhammad, saya akan mengajukan pertanyaan kepada kamu. Jika kamu dapat menjawab semuanya dengan benar, maka saya akan mengikuti agama kamu. Namun jika kamu tidak dapat menjawabnya, maka kami akan membunuhmu.”
Jawab Abu Yazid, “baiklah! Tanyakan apa saja yang kamu ingin tanyakan.”
Ketua paderi itu mengemukakan 50 pertanyaan bertubi-tubi dan kemudian Abu Yazid menjawabnya dengan tepat.
Kata Abu Yazid, “saya sudah jawab semua pertanyaan tuan. Sekarang apakah ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang lain?”
Semua pendeta menjawab, “tidak ada lagi,”
Kemudian Abu Yazid mengemukakan pertanyaan kepada mereka. “beritahu saya
kunci Syurga dan Neraka langit.”
Tidak seorang pun yang dapat menjawabnya dan mereka mengaku
bahwa memang mereka tidak tahu jawabannya. Baru satu pertanyaan sudah tidak
dapat dijawab sedangkan Abu Yazid telah menjawab berpuluh pertanyaan. Mereka
meminta ketua paderi menjawab, namun ia membisu.
Katanya, “bukan saya tidak mau menjawab, tetapi saya takut kamu semua
tidak sependapat.”
Mereka heran mendengar kata-kata ketua paderi itu. Akhirnya mereka mendesak juga dan bersedia untuk menyetujui serta menerima kata-kata ketua mereka.
Kemudian ketua Paderi menjawab “Bahwa kunci Syurga dan Kunci langit itu tidak lain ialah “LAA ILA HA IL LALLAH HU MUHAMMAD DARASULULLAH.” Tegas ketua paderi.
Mereka semua tersentak, terdiam. Lalu Abu Yazid berkata, “memang benar kata ketua kamu ini.” Semua paderi memeluk Islam, Abu Yazid menuntut janji kepada ketua paderi dan persetujuan pengikut-pengikutnya.
“Sahabat-sahabat sekalian percayalah bahwa apa yang saya ceritakan ini adalah benar. Saya tidak dipaksa oleh siapapun dalam mengucapnya. Memang sudah lama saya fikirkan hendak menyampaikan masalah ini kepada sahabat-sahabat semua, tetapi saya bimbang sahabat-sahabat tidak akan percaya kepada saya lagi. Saya hanya menunggu waktu.”
“Dari mana tuan mengetahui perkara ini?” Tanya salah seorang paderi.
“Dari ketua sebelum saya.” Jelas ketua paderi.
“Sebelum ketua itu meninggal dunia dia telah bersumpah bahwa perkara yang dikatakan itu adalah benar.” Sambung ketua paderi itu.
“Kalau begitu, apa lagi yang kita tunggu!” Ketua paderi dan pengikut-pengikutnya semuanya memeluk Islam disebabkan oleh Abu Yazid. Ilmu Abu Yazid telah menyelamatkan daripada maut. Ilmu ketua paderi telah menyelamatkan daripada kesesatan dan ilmu kedua-duanya telah menutup tabir kejahilan dan menyingkap tabir kebenaran dan Islam.

Berikut ini Pertanyaan Ketua Paderi. Dan Jawaban Abu Yazid Al-Bustami
1. Yang satu tidak ada duanya.
Kewujudan Allah Maha Esa. Dia Tuhan yang tunggal tiada sekutu baginya.
2. Yang dua tiada tiganya.
Malam dan siang. Apabila pergi malam datanglah siang dan apabila pergi siang datanglah malam.
3. Yang tiga tiada empatnya.
Kursi, Kalam dan Arash Allah Hu subhanahu Wataala.
4. Yang empat tiada limanya.
Taurat, Injil, Zabur dan Al-Quran.
5. Yang lima tiada enamnya.
Islam telah memfardukan solat lima waktu: Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan
Shubuh.
6. Yang enam tiada tujuhnya.
Hari-hari Allah telah menciptakan langit dan bumi. Ini semua tersebut didalam Kitab-kitab suci juga.
7. Yang tujuh tiada delapannya.
Tujuh petala langit dan tujuh lapis bumi yang disebut di dalam Kitab Suci juga.
8. Yang delapan tiada sembilannya.
Bilangan Malaikat yang memikul Arash Allah Taala yang disebutkan di dalam
Kitab Suci (artinya): dan akan memikul Arash Tuhan kamu pada hari (Kiamat)
itu adalah delapan Malaikat.
9. Yang sembilan tiada sepuluh.
Bilangan kaum daripada golongan manusia yang menjadikan kerusakan bumi Allah,
sebagaimana yang tersebut di dalam Kitab Suci (artinya): di dalam kota itu dahulu terdapat sembilan kumpulan yang menjadi perusak bumi, mereka tidak pernah melakukan yang baik.
10. Sepuluh yang sempurna.
Kewajiban puasa sepuluh hari ke atas orang yang berihram haji sebagaimana
firman Allah Taala (artinya): Maka hendaklah ia (orang yang berihram haji)
berpuasa tiga hari semasa haji dan tujuh hari setelah kembali ke negerinya.
Itulah dia sepuluh yang sempurna.
11. Yang sebelas.
Saudara-saudara Nabi Yusuf Alaihissalam.
12. Yang dua belas.
Bilangan bulan dalam setahun.
13. Yang tiga belas.
Mimpi Nabi Yusuf Alaihissalam yang tersebut di dalam Kitab Suci:
Sesungguhnya Aku melihat sebelas bintang, matahari dan bulan. Jumlahnya
tiga belas.
14. Orang yang berdusta, kemudian dapat masuk Syurga.
Mereka ialah saudara-saudara Nabi Yusuf Alaihissalam. Mereka memberitahu
ayah mereka Nabi Yaakub Alaihissalam bahwa Yusuf telah di makan serigala.
Mereka membawa pakaiannya yang dilumur dengan darah kambing. Perkara yang mereka lakukan itu adalah suatu dusta.
15. Orang yang benar,  tetapi mereka dimasukkan ke dalam neraka.
Mereka ialah kaum Yahudi dan Nasrani,  sesuai dengan firman Allah Ta’ala (artinya) : telah berkata, Kaum Yahudi, kaum Nasrani itu tidak benar dan berkata kaum Nasrani pula kaum Yahudi itu tidak benar. Kedua-dua kaum itu berkata benar pada tuduhan mereka antara satu dengan lain, namun mereka tidak mau tunduk kepada kebenaran yang ada di hadapan mereka yaitu mempercayai agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasalam sebagai penyempurna agama yang sebelumnya. Lantaran itu mereka menduduki neraka.
16. Tempat roh dalam badan manusia.
Roh berada di dalam tubuh badan manusia yang hanya diketahui hakikatnya oleh Allah Taala kerana roh adalah merupakan urusan Allah Taala jua, berdasarkan firmannya (artinya): katakan roh itu dari perkara urusan Tuhanku.
17. Al Zariyati Zarwa.
Nama empat macam angin.
18. Al Hamilati Wakra.
Awan gemawan di dada langit.
19. Al Jariyati Yusra.
Perahu-perahu yang belayar di laut.
20. Al Mukassimati Amra.
Malaikat-malaikat yang bertugas membagi-bagikan rezeki kepada manusia pada malam Nisfu Syaaban.
21. Yang empat belas.
Tujuh petala langit dan tujuh lapis bumi yang sesuai dengan firman Allah
Taala (artinya): Maka Allah berfirman kepadanya yaitu kepada tujuh petala
langit dan tujuh lapis bumi, datanglah kepada aku secara patuh terhadap
perintahku ataupun secara terpaksa. Maka berkata kedua-dua langit dan bumi, “kami akan datang kepadamu secara patuh dan taat.”
22. Kubur yang berjalan dengan penghuninya.
Ikan besar yang menelan Nabi Yunus Alaihissalam. Nabi Yunus Alaihissalam
di bawa oleh ikan ke mana-mana sahaja yang akhirnya dimuntahkan di pantai
dengan izin Allah Taala.
23. Yang bernafas, tetapi tidak mempunyai roh.
Waktu subuh seperti firman Allah Taala (artinya): demi subuh apabila ia
terlepas.
24. Air yang tidak turun dari langit dan tidak keluar dari bumi.
Air yang dikirim oleh ratu Balqis kepada Nabi Sulaiman Alaihissalam di dalam botol yaitu air peluh kuda.
25. Empat yang bukan daripada golongan manusia, Malaikat dan bukan
daripada punggung lelaki dan daripada perempuan.
Kibas yang di bawa Jibril Alaihissalam sebagai korban ganti Nabi Ismail
Alaihissalam, unta Nabi Salleh Alaihissalam yang disembelih kaumnya, untuk
Nabi Adam dan Siti Hawa Alaihissalam.
26. Satu ciptaan Allah, lalu diingkarinya sebagai satu yang buruk.
Suara keledai yang tidak sedap didengar, sesuai dengan firman Allah Taala (artinya): sesungguhnya suara yang paling buruk ialah suara keledai
27. Darah yang mula-mula mengalir ke bumi.
Darah Habil yang dibunuh oleh saudaranya Kabil.
28. Sesuatu ciptaan Allah, lalu diangkat sesuatu yang berat.
Muslihat kaum wanita, seperti Firman Allah Taala (artinya): sesungguhnya tipu
muslihat wanita adalah suatu tipu muslihat besar atau berat.
29. Pada mulanya sebatang kayu kemudian menjadi roh.
Tongkat Nabi Musa Alaihissalam
30. Wanita yang paling utama.
Hawa, ibu sekalian manusia, kemudian Khatijah dan Aisyah, Asiah (isteri Firaun) dan Maryam Binti Imran.
31. Gunung yang paling utama.
Gunung Tursina
32. Binatang yang paling utama. Kuda.
33. Bulan yang paling utama.
Bulan Ramadhan.
34. Malam yang paling utama.
Lailatul Qadar.
35. Tentang Atta’mah.
Hari Kiamat.
36. Pohon yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting ada 30 daun,  setiap daun ada lima kembang, dua bunga di matahari dan tiga bunga di tepi kegelapan.
Pohon itu “tahun” yang padanya ada 12 bulan, satu bulan ada 30 hari. Lima itu ialah lima waktu solat.
37. Satu benda yang pergi haji dan tawaf di Baitullah, tetapi tidak mempunyai roh dan tidak wajib haji. Bahtera Nabi Nuh Alaihissalam.
38. Empat jenis air yang lain rupanya dan rasanya, tetapi sumbernya satu.
Air mata, air telinga, air hidung dan air mulut. Air mata asin, air telinga pahit, air hidung asin dan air mulut tawar.
39. Nakir, fatil dan kitmir.
Nakir ialah titik yang terdapat pada kulit luar benih, fatil ialah titik yang terdapat di dalam benih dan kitmir ialah kulit yang membaluti benih.
40. Sabid dan Labad.
Bulu kambing biri-biri dan kambing kasi.
41. Sam dan Ram.
Makhluk yang telah ada sebelum wujud Nabi Adam Alaihissalam.
42. Maksud keledai Makwak.
Keledai Makwak tanda ia melihat syaitan, lalu ia berkata: Allah melaknatnya.
43. Maksud anjing menyalak.
Anjing menyalak bermaksud: Awas! Celaka bagi penghuni-penghuni neraka dari
kemurkaan Allah yang maha berkuasa.
44. Maksud jeritan kuda.
Kuda menjerit bermaksud: Maha suci Allah yang memeliharaku ketika tentara
berpadu menyerang musuh dengan penuh semangat.
45. Maksud jeritan unta.
Unta menjerit membawa maksud: Hasbiyallahu Wakafa Billahi Wakila
(artinya): Memadailah Allah bagiku dan cukuplah Dia tempat aku menyerahkan
diriku.
46. Maksud nyanyian burung Bulbul.
Nyanyian Bulbul bermaksud: Maha suci Allah pada waktu pagi dan pada waktu
petang.
47. Maksud bunyi katak.
Bunyi katak bermaksud: Maha suci Tuhan yang di sembah di mana-mana sahaja
ada makhluknya dan di tempat-tempat yang tiada penghuninya.
48. Maksud kata-kata burung Nakus.
Maksud kata-katanya: Maha suci Allah sungguh-sungguh! Wahai anak Adam!
Lihatlah di barat dan di timur di dunia itu, adakah makhluk yang menongkat langit?

49. Kaum daripada makhluk Allah yang diutus kepadanya, namun ia bukan
dari kumpulan jin, manusia dan Malaikat.
Makhluk itu adalah lebah seperti Firman Allah Taala (artinya): dan Tuhan
kamu telah mewahyukan kepada lebah.
50. Di mana malam ketika siang dan di mana siang ketika malam.
Kedua-duanya berada di dalam ilmu Allah Taala yang amat sulit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar